FajarBorneo.com – Ebrahim Raisi, yang dikenal sebagai salah satu tokoh konservatif paling berpengaruh di Iran, sempat diproyeksikan menjadi kandidat utama untuk menggantikan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Sebagai Ketua Kehakiman, Raisi telah menunjukkan komitmennya dalam menegakkan nilai-nilai revolusioner dan hukum Islam yang ketat, membuatnya mendapatkan dukungan dari faksi garis keras. Popularitasnya juga semakin meningkat setelah ia diangkat sebagai Presiden Iran, menegaskan posisinya sebagai penerus potensial.
Namun, rencana ini terhenti ketika Raisi tiba-tiba meninggal dunia dalam kecelakaan misterius yang mengguncang publik Iran. Meskipun penyebab kematiannya masih belum jelas, spekulasi dan teori konspirasi mulai bermunculan, mengingat pentingnya posisi Raisi dalam peta politik Iran. Kehilangan Raisi meninggalkan kekosongan besar dalam hierarki kekuasaan Iran, memicu kekhawatiran tentang masa depan kepemimpinan negara tersebut.
Bahkan sebelum kecelakaan helikopter yang menewaskan Raisi, rezim tersebut telah dilanda pergulatan politik internal ketika pemimpin tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei , 85, kepala negara yang paling lama menjabat di Timur Tengah, berada dalam kondisi kesehatan yang menurun.
Khamenei telah menetapkan arah negaranya dan presiden baru mana pun tidak akan banyak mengubah arah tersebut. “Sistem ini sudah berada pada jalur untuk memastikan bahwa penerus pemimpin tertinggi benar-benar sejalan dengan visinya untuk masa depan sistem tersebut,” kata Ali Vaez, direktur Iran di International Crisis Group, dilansir dari New York Times.
Di tengah situasi ini, para pengamat politik menyarankan agar Iran segera mencari pengganti yang tepat untuk memastikan stabilitas politik dan sosial. Kematian Raisi tidak hanya mengguncang pemerintahan, tetapi juga mempengaruhi dinamika kekuasaan di kalangan faksi konservatif, yang kini harus mencari figur lain yang mampu menyatukan mereka dalam menghadapi tantangan internal dan eksternal.