FajarBorneo.com, Samarinda — Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali menjadi sorotan, kali ini terjadi di Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur. Ratusan lulusan SMP dan MTs dilaporkan tidak mendapat tempat di SMA dan SMK negeri untuk tahun ajaran 2025/2026 akibat keterbatasan daya tampung.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agus Aras, menilai kondisi tersebut sebagai sinyal darurat yang harus segera direspons serius oleh Pemerintah Provinsi. Ia mengungkapkan bahwa sekitar 600 siswa tidak tertampung, termasuk yang sebenarnya tinggal di zona sekolah tujuan.
“Ini bukan angka kecil. Orang tua murid sudah banyak yang mengeluh. Bahkan siswa yang berada di wilayah zonasi pun tidak mendapat kursi. Artinya, daya tampung sudah sangat tidak seimbang,” ujar Agus, Jumat (11/7/2025).
Menurutnya, ketidakseimbangan antara jumlah lulusan sekolah menengah pertama dengan ketersediaan kursi di sekolah menengah atas negeri menunjukkan lemahnya perencanaan pendidikan di daerah tersebut.
Untuk itu, DPRD Kaltim mendesak Pemprov Kalimantan Timur segera memprioritaskan pembangunan Unit Sekolah Baru (USB), khususnya di wilayah Sangatta Utara dan Selatan.
“Pendidikan SMA dan SMK adalah kewenangan provinsi. Maka saya minta ini jadi agenda prioritas. Jangan tunggu sampai tiap tahun selalu ada ratusan siswa yang tidak tertampung,” tegasnya.
Agus menyebut, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur sebenarnya telah menyiapkan lahan untuk pembangunan sekolah baru di Sangatta Selatan. Ia meminta agar Pemprov segera bergerak, minimal memulai proses perencanaan pada tahun ini.
“Kalau mulai dirancang tahun ini, tahun depan pembangunan sudah bisa dimulai. Jangan sampai terus menunda, sementara anak-anak kita jadi korban sistem yang tidak siap,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa pembangunan sekolah harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi fisik bangunan, tetapi juga dengan memastikan kesiapan tenaga pendidik, kurikulum, dan sarana penunjang lainnya.
“Jangan sampai sekolah dibangun tapi gurunya belum ada. Pendidikan itu sistemik, tidak bisa dipotong-potong,” jelasnya.
Dari total 18 kecamatan di Kutai Timur, Agus menyoroti Sangatta Utara dan Selatan sebagai wilayah dengan krisis daya tampung paling parah. Sementara di kecamatan lain, kata dia, kapasitas pendidikan negeri masih relatif memadai untuk menampung lulusan SMP dan MTs.
“Ini harus jadi alarm dan bahan evaluasi bagi kita semua. Pendidikan adalah hak dasar yang dijamin negara. Maka negara wajib hadir dan menyelesaikan persoalan ini,” pungkasnya. (adv)