
SAMARINDA – Upaya menghadirkan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan di Kalimantan Timur memasuki babak baru. DPRD Kaltim melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) resmi mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
Ketua Bapemperda DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, menegaskan bahwa raperda ini bukan sekadar produk legislatif, melainkan hasil dari aspirasi nyata masyarakat di wilayah pedalaman, pesisir, dan komunitas adat yang selama ini terpinggirkan dari sistem pendidikan.
“Ini bukan sekadar regulasi, tapi koreksi atas ketimpangan yang sudah berlangsung lama. Terutama bagi anak-anak yang tinggal jauh dari pusat pemerintahan dan fasilitas,” ujar Baharuddin, Minggu (3/8/2025).
Raperda yang terdiri dari 17 bab dan 90 pasal ini memuat sejumlah kebijakan strategis, mulai dari alokasi minimal 20 persen APBD untuk pendidikan, penerapan sistem berbasis teknologi, hingga penguatan pendidikan di wilayah terdampak bencana dan keterisolasian.
Selain menyasar pemerataan akses, raperda juga mengatur perlindungan terhadap pendidik, khususnya guru di daerah tertinggal yang selama ini rawan menghadapi kesewenang-wenangan akibat minimnya pemahaman hukum dan perlindungan kerja.
“Di daerah 3T, bukan cuma akses yang sulit, tapi juga hak-hak pendidik yang belum terpenuhi. Ini kita tangani lewat muatan Raperda,” tegasnya.
Baharuddin juga menyoroti maraknya praktik komersialisasi pendidikan, seperti penjualan buku dan seragam sekolah oleh pihak tak resmi, yang selama ini membebani orang tua. Dalam raperda, pengawasan terhadap hal ini akan diperkuat.
Tak hanya itu, raperda juga menekankan pentingnya kolaborasi antara satuan pendidikan, dunia usaha, dewan pendidikan, dan komite sekolah, termasuk penguatan keberadaan sekolah swasta sebagai bagian dari sistem pendidikan daerah.
“Setiap anak Kaltim berhak atas masa depan yang sama, apakah mereka tinggal di Samarinda, Mahulu, atau di tepi laut Bontang. Itulah semangat utama dari Raperda ini,” pungkas Baharuddin. (adv)