
SAMARINDA – Wacana implementasi nasional pendidikan gratis 12 tahun pascaputusan Mahkamah Agung mendapat perhatian serius dari DPRD Kalimantan Timur (Kaltim). Komisi IV DPRD Kaltim mengingatkan bahwa kebijakan ini berisiko menggeser peran sekolah swasta yang selama ini turut menopang sistem pendidikan nasional.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Fadly Imawan, menilai bahwa meski pendidikan gratis merupakan amanat konstitusi, desain kebijakan tersebut harus matang agar tidak menimbulkan ketimpangan baru.
“Kalau semua dibayar negara, lalu bagaimana sekolah-sekolah swasta? Apa mereka bisa tetap eksis? Padahal kontribusi mereka besar dalam menjangkau segmen yang belum tertampung sekolah negeri,” ujarnya, Selasa (5/8/2025).
Menurut Fadly, sekolah swasta bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian dari ekosistem pendidikan nasional yang selama ini menjaga kualitas dan menyediakan alternatif pilihan pendidikan bagi masyarakat.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya strategi pendanaan dan pembagian tanggung jawab yang adil antara pemerintah pusat dan daerah. Tanpa kejelasan skema anggaran, ia khawatir daerah justru terbebani hingga harus mengorbankan program prioritas lainnya.
“Pendidikan gratis itu cita-cita luhur, tapi realisasinya perlu kesiapan finansial. Kalau daerah dibebani terlalu besar, bisa mengorbankan program lain yang juga prioritas,” katanya.
Fadly mencontohkan program Gratis Pol yang telah diterapkan di Kaltim sebagai langkah positif, namun tetap membutuhkan dukungan anggaran besar dan komitmen jangka panjang.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kebijakan pendidikan tak bisa semata berfokus pada aspek biaya. Kualitas, keberlanjutan, dan inklusivitas juga harus jadi perhatian utama dalam desain kebijakan pendidikan nasional.
“Kita harus pastikan, jangan sampai niat baik justru berdampak pada ketimpangan baru. Pendidikan gratis bisa diterapkan, tapi harus dirancang inklusif. Sekolah swasta jangan sampai jadi korban kebijakan,” tegasnya. (adv)