
SAMARINDA – Ironi pembangunan kembali mencuat dari Kabupaten Kutai Timur (Kutim), salah satu lumbung ekonomi Kalimantan Timur berkat industri tambangnya. Meski menyumbang triliunan rupiah dari sektor batu bara, banyak warga di wilayah ini masih hidup tanpa akses infrastruktur dasar yang layak.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Apansyah, menyoroti ketimpangan tersebut usai meninjau sejumlah kawasan, termasuk jalur operasional PT Kaltim Prima Coal (KPC) di rute Sangatta–Bengalon.
“Yang kami lihat bukan kemajuan, tapi keterbelakangan. Ini jalur vital, dilewati industri tambang setiap hari, tapi kondisinya sangat memprihatinkan,” kata Apansyah, Minggu (3/8/2025).
Ia menegaskan bahwa alasan teknis atau hambatan administratif tidak bisa dijadikan dalih untuk membiarkan jalan rusak berkepanjangan.
“Ini bukan soal izin semata, tapi soal keberpihakan. Masyarakat melewati jalan hancur setiap hari, sementara truk-truk tambang lewat tanpa kendala,” ujarnya.
Dari 18 kecamatan di Kutim, sebagian besar masih kekurangan layanan dasar seperti jalan, air bersih, dan listrik. Ketimpangan antara kawasan industri dan permukiman warga kian mencolok.
“Warga tinggal di tanah kaya, tapi tidak menikmati hasil kekayaan itu. Ini luka lama yang belum diobati,” lanjut Apansyah, yang berasal dari Dapil Kutim, Berau, dan Bontang.
Ia mengapresiasi sejumlah proyek pembangunan jalan provinsi seperti Jembatan Nibung yang menghubungkan Kutim dan Berau, namun mengingatkan agar perhatian tak hanya terpusat di satu titik.
“Jangan sampai satu proyek jadi alibi untuk menutup mata dari ketertinggalan di wilayah lain,” katanya.
Selain Kutim, Apansyah juga menyinggung persoalan serupa di Berau dan Bontang. Di Berau, akses jalan masih menjadi tantangan utama. Sedangkan di Bontang, banjir tahunan akibat buruknya drainase terus berulang tanpa penanganan menyeluruh.
“Di Bontang, kami dorong normalisasi saluran air, tapi ini tak bisa hanya proyek musiman. Harus diawasi terus,” tegasnya.
Apansyah juga menyayangkan minimnya kontribusi perusahaan tambang terhadap perbaikan infrastruktur yang mereka gunakan.
“Setiap hari jalan itu dilindas truk tambang. Wajar jika masyarakat menuntut tanggung jawab sosial yang nyata,” tegasnya. (adv)