FajarBorneo.com, Samarinda – Setahun berlalu sejak kematian tragis Rusel di pos jaga Muara Kate, Kabupaten Paser, misteri pelaku pembunuhan masih belum terungkap. Rusel, seorang warga yang dikenal aktif menolak ekspansi tambang yang mengancam ruang hidup masyarakat, kini menjadi simbol perjuangan dan juga pengabaian.
Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin, kembali menyoroti lambannya penanganan kasus yang hingga kini belum menunjukkan titik terang. Menurutnya, pembunuhan Rusel tak bisa dianggap sekadar kasus kriminal biasa, melainkan mencerminkan ketimpangan sistemik antara warga dan kekuatan modal besar.
“Rusel bukan kriminal. Ia warga yang berdiri membela desanya dari ancaman kerusakan lingkungan. Jika negara gagal mengungkap pelaku, kepada siapa lagi rakyat bisa berharap?” ujar Salehuddin, Jumat (11/7/2025).
Lokasi pembunuhan yang berada tak jauh dari area konsesi tambang aktif, kata Salehuddin, menimbulkan kecurigaan kuat di tengah publik. Ia menyebut bahwa selama tidak ada transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum, dugaan masyarakat terhadap keterlibatan aktor-aktor berkepentingan akan terus hidup.
“Ketika aparat diam dan pelaku tetap bebas, maka negara sedang membiarkan ketakutan tumbuh dan keadilan mati. Kecurigaan publik adalah konsekuensi dari ketidakjelasan negara sendiri,” tambahnya.
DPRD Kalimantan Timur, lanjut Salehuddin, mendesak aparat penegak hukum untuk segera mempublikasikan hasil penyelidikan dan mengusut kasus ini secara tuntas, tanpa intervensi. Baginya, keadilan yang ditunda sama saja dengan keadilan yang diingkari.
“Kalau ada tekanan dari kekuatan tertentu, seharusnya negara hadir membuktikan bahwa hukum tidak tunduk pada uang atau kuasa. Ini soal prinsip dasar negara hukum,” tegasnya.
Ia juga mengkritik pendekatan pemerintah yang hanya mengandalkan dialog sebagai solusi konflik antara masyarakat dan perusahaan. Menurutnya, tanpa penegakan hukum yang nyata, dialog hanya akan menjadi formalitas yang tak menyentuh akar masalah.
“Rakyat tidak hanya butuh ruang bicara, tapi perlindungan nyata. Mereka bertanya satu hal: siapa yang membunuh Rusel?” ujarnya.
Sebagai langkah ke depan, DPRD Kaltim mendorong disusunnya regulasi khusus untuk melindungi para pembela lingkungan dan masyarakat adat yang kerap menjadi korban dalam konflik agraria dan tambang.
“Kalau negara benar-benar berpihak pada rakyat, sekaranglah waktunya membuktikan. Jangan tunggu korban berikutnya jatuh di tengah kelambanan kita,” tutup Salehuddin. (adv)