
Samarinda – Di tengah geliat pembangunan Kalimantan Timur sebagai kawasan strategis nasional, akses terhadap air bersih justru masih menjadi persoalan mendasar di Kota Balikpapan. Hal ini kembali disorot oleh anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti Masrokan, yang menilai bahwa krisis ini tak bisa terus dibiarkan menjadi rutinitas tanpa arah penyelesaian.
“Balikpapan ini bukan kota kecil. Tapi sampai hari ini, air bersih masih jadi barang langka untuk sebagian warga. Ini ironi yang harus segera kita akhiri,” ujar Damayanti, Jumat (7/6/2025).
Menurut legislator dari Fraksi PKB itu, keterbatasan pasokan air telah lama menjadi penghambat aktivitas masyarakat sekaligus menekan daya saing kota. Salah satu sumber potensial yang terus disebut-sebut sebagai solusi adalah Sungai Wain—namun statusnya sebagai kawasan lindung menempatkannya dalam posisi serba rumit.
“Sungai Wain bisa jadi kunci pemecahan krisis air. Tapi karena areanya termasuk hutan lindung, semua jadi serba terbatas. Padahal kita butuh solusi yang konkret, bukan alasan birokrasi,” tegasnya.
Persoalan ini, menurut Damayanti, bukan hanya soal izin atau aturan lingkungan. Ia melihat adanya ketidaksiapan dalam menyeimbangkan dua kepentingan vital: perlindungan ekosistem dan pemenuhan hak dasar warga. Ia menyebutnya sebagai “kebuntuan perspektif” yang harus diurai bersama.
“Kita ini terjebak dalam dikotomi: antara menjaga alam atau memenuhi kebutuhan rakyat. Padahal mestinya bisa dua-duanya. Tinggal bagaimana caranya kita berpikir lebih integratif,” lanjutnya.
Damayanti mendorong agar Pemprov Kaltim segera membuka ruang dialog lintas sektor—antara pemerintah kota, provinsi, kementerian lingkungan hidup, dan para ahli tata kelola air. Menurutnya, pendekatan konvensional tidak akan cukup untuk menjawab persoalan ini.
“Kalau terus pakai cara lama, kita hanya akan berputar-putar di masalah yang sama. Harus ada terobosan. Misalnya, pemanfaatan terbatas dengan teknologi minim dampak, atau kolaborasi konservasi berbasis kebutuhan sosial,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa ketersediaan air bukan semata soal teknis, melainkan soal keberpihakan. Dalam konteks Balikpapan, lanjutnya, ketegasan sikap pemerintah untuk mencarikan jalan keluar adalah bentuk keberpihakan terhadap warganya.
“Air bukan fasilitas tambahan, ini hak dasar. Tidak boleh ada warga yang kekurangan air bersih di kota sepadat dan semaju Balikpapan. Ini soal keberpihakan, bukan sekadar perencanaan,” tutup Damayanti.(adv)