FajarBorneo.com – Komisi II DPR RI mengadakan Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. Rapat ini membahas penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di wilayah pesisir Tangerang, Banten, serta menanggapi berbagai pengaduan masyarakat terkait masalah agraria.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN, Edi Oloan Pasaribu, menekankan bahwa isu pertanahan harus menjadi perhatian utama Kementerian ATR/BPN. Persoalan tanah, terutama konflik antara masyarakat dan perusahaan, kerap berdampak besar dan merugikan banyak pihak. Sebagai lembaga yang berperan dalam layanan publik, ATR/BPN diharapkan mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
Dalam upaya menyelesaikan masalah pertanahan, Edi menyoroti pentingnya pelayanan yang cepat, cermat, dan tetap berhati-hati, mengingat produk yang diterbitkan ATR/BPN memiliki kekuatan hukum tetap. Selain mempercepat proses pelayanan, pegawai juga dituntut untuk lebih teliti, akuntabel, dan menerapkan manajemen risiko dengan baik.
Politisi dari daerah pemilihan Kalimantan Timur ini juga menyoroti perlunya respons cepat terhadap keluhan masyarakat, khususnya yang terkait sengketa tanah. Ia mencatat bahwa masyarakat sering mengalami keterlambatan dalam mendapatkan jawaban dari BPN, bahkan harus menunggu berbulan-bulan hingga satu tahun tanpa kejelasan.
Untuk itu, Edi menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN perlu membenahi sistem serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan publik yang mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat merupakan bukti nyata bahwa negara hadir untuk melayani warganya. Menurutnya, hal ini menjadi salah satu indikator keberhasilan reformasi birokrasi.